"Honesty is the Best Policy Politics"

Sabtu, 06 Agustus 2011

“MENGAPA RAKYAT PAPUA MASIH BANYAK YANG HIDUP MISKIN?”

Tulisan ini dibuat pada Tahun 2006, sebagai jawaban atas pertanyaan dibawah ini. Hanya sebuah catatan terhadap refleksi diri sendiri.

BAGAIMANA MENGURANGI MASYARAKAT MISKIN DENGAN KEMUDAHAN DAN KEKUASAAN (OTSUS). “MENGAPA RAKYAT PAPUA MASIH BANYAK
YANG HIDUP MISKIN?”



Undang undang Otonomi Khusus No. 21 Tahun 2001 lahir karena tuntutan Orang Papua untuk MERDEKA ata kata lain adalah OTSUS merupakan solusi meredam ancaman disintegarasi bangsa. 5 (lima) tahun perjalanan OTSUS ini masih belum menuju kepada perubahan yang hakiki dari sebagian besar kehidupan Orang Asli Papua yang berada di pedalaman, pegunungan dan pesisir pantai yang terpencil untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Pertanyaan yang timbul adalah “Mengapa jumlah Orang Papua sedikit tetapi tidak kaya ?”
Undang undang OTSUS adalah kekuasaan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah Papua dan Rakyat Papua, makna dari filosofi UU ini adalah bagaimana memberdayakan Orang Asli Papua dalam jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun, dan tahun 2006 adalah tahun ke-lima dari 25 tahun jangka waktu berlakunya UU tersebut.
UU OTSUS adalah komitmen antara Pusat dan Daerah atau antara Pemerintah dengan Rakyatnya. Namun dari tahun pertama hingga tahun kelima makna keberpihakan kepada Orang Asli Papua bergeser menjadi Masyarakat Papua atau Masyarakat local. Ini dapat dilihat dari produk produk kebijakan Pemerintah Provinsi Papua dalam bentuk aturan-aturan (contoh JUKNIS Penata Usahaan APBD; didalamnya tidak termuat kebijakan khusus bagi Orang Asli Papua) dalam keterkaitannya dengan pelaksanaan OTSUS (maaf) malu menggunakan kata Orang Asli Papua dan inilah salah satu penyebab mengapa Orang Asli Papua masih miskin (kerena pemerintah tidak menciptakan akses bagi Orang Asli Papua). Selain itu, komitmen yang telah dibangun antara Pusat dan Daerah dengan Masyarakat Asli Papua tidak konsisten didalam implementasi UU Otsus tersebut. “UU Otsus menjadi Jembatan Emas Bagi Masyarakat Asli Papua untuk Sejahtera menjadi kabur karena ketidak konsistenan Pusat terhadap UU Otsus ini.
Untuk itu perlu dilakukan konsultasi yang efektif dan kontinyu dari Daerah dengan Pusat sehingga dalam waktu dekat dapat dilahirkan beberapa Peraturan Pemerintah atas amanat UU Otsus untuk dapat diimplementasikan.
Dana Otonomi Khusus adalah salah satu alat penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan paling strategis yang mewujudnyatakan Amanat UU Otsus dan dianggap berhasil bila dana tersebut dimanfaatkan dan dirasakan oleh Orang Asli Papua sesuai Amanat UU Otsu situ sendiri. Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bagi penduduk miskin adalah dengan mengembangkan potensi swadaya dan keswadayaan yang ada melalui kelompok kelompok yang sudah terbentuk dalam masyarakat itu sendiri. Swadaya adalah upaya yang didasarkan pada kepercayaan kemampuan diri dan berdasar pada sumberdaya yang dimiliki, sedangkan keswadayaan adalah semangat untuk membebaskan diri dari ketergantungan pada pihak luar atau kekuatan dari atas dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki. Maka usaha peningkatan kesejahteraan bersama harus diawali dengan pembangunan social untuk membentuk kesamaan (equity) dan rasa tanggungjawab bersama.
Pengentasan kemiskinan bagi Orang Asli Papua masih jauh dari yang diharapkan karena pembangunan melalui dana OTSUS yang notabene adalah milik Orang Asli Papua tidak dimanfaatkan dan dirasakan oleh Orang Asli Papua itu sendiri. Untuk itu sudah saatnya Perencanaan Pembangunan harus ditata kembali secara komprehensif, terkoordinasi dan sinergi seperti saat dilakukan monitoring dan evaluasi. Pembangunan di Papua perlu dilakukan dengan 3 (tiga) Prinsip yaitu : (1) Peng-Wilayah-an Komoditas; (2) Petik, Olah dan Jual; (3) Perubahan Pola Pikir.
Selain itu konsep Pola Pendampingan Bagi Masyarakat Asli Papua perlu dipikirkan kembali karena dengan Pola Pendampingan ini mengguinakan system transfer teknologi dan pengetahuan; Pendampingan yang bersifat universal yaitu social, budaya dan ekonomi serta dilakukan melalui pendekatan adat istiadat setempat. Sebagai salah satu contoh adalah Program Pengembangan Kakao Rakyat dengan Pola Pendampingan di Kecamatan Kemtuk Kabupaten Jayapura (1997-2001) walau program ini hanya 3 tahun dan tidak dilanjutkan namun ada membawa perubahan karena pola pendampingan yang dilakukan seperti yg disebut diatas. Berdasarkan hasil penelitian dalam penulisan tesis saya, Program Pendampingan ini berhasil dengan beberapa catatan perbaikan dalam Manajemen Pelaksanaan pengembangan kakao rakyat bagi Orang Asli Papua.
Semoga Masyarakat Asli Papua menjadi Sejahtera Di Negerinya Sendiri, Allah menyertai kita semua, Amin




Beban pikulanku...

 



Medio 2006
John J Boekorsjom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar